Apakah mungkin kita
merancang perkenalan ini?
Beberapa
bulan yang lalu kau adalah dirimu dan aku adalah diriku. Tanpa mengumbar-umbar
janji kau datang dan singgah. Menjadi pendengar setia, menjadi motivator, dan
menjadi inspirator. Kau menyenangkan. Kau pandai membuat suasana lebih dari
yang kuharapkan. Hingga aku yakin, kau melengkapinya tapi tidak menggantikannya.
“Tenang,
semuanya akan baik-baik saja”, katamu.
Aku
hanya diam. Hanya memandang dan merenung. Entah mengapa dengan semudah ini, aku
mempercayai setiap kalimat yang ia ucapkan.
Hampir setiap hari, aku menceritakan setiap
kejadian-kejadian patutnya aku simpan, yang awalnya aku tak ingin berbicara hal
ini kepada siapapun. Tetapi, aku punya alasan yang kuat untuk menjadikan kau
sebagai tempatku berbagi. Lagi-lagi, kau membuatku tenang.
Kau memang membuatku senyaman ini, namun tidak untuk kusebut
spesial. Kau cukup jadi kakak, kau cukup jadi adik, kau cukup jadi sahabat,
mendengar lalu membuat tenang. Tapi, apakah kau cukup untuk jadi musuh? Bisa
jadi.
“Hei, wru?”
Aku mengirim pesan singkat itu kepadamu. Menunggu adalah
hal yang membosankan, tapi tetap saja kulakukan. Hingga aku terlelap, kau tak
kunjung membalasnya. Kupikir, kau belum sempat membacanya. Lalu ku tunggu lagi.
Tak ada balasan ternyata. Aneh.
Saat bertemu, aku tak berani melihatmu, apalagi
menatapmu. Kau tak lagi menyapa. Kemana arahnya kata-katamu dulu? Sayang
sekali, kau tak lagi sama.
Padahal, menjadikanmu tempat berbagi, aku dibuatkan
beberapa cerita yang menimbulkan konflik dengan salah satu teman dekatmu. Awalnya
aku menghargai temanmu itu, tapi sayang, setelah ia membuat teman dekatku tak
seperti dulu, akhirnya aku memutuskan untuk menolak jika kau bertanya apapun
tentangnya. Bukannya kau juga seperti itu? Kita sejalan dalam hal ini bukan?
Ah, sudahlah. Sudah terlalu pagi untuk menceritakan ini.
Kau sudah tak lagi menjadi seperti yang kuharapkan, menjadi seperti awalnya.
Sudah cukup lama kau menjadi tempatku berbagi. Tak apa jika kau kembali pada
teman dekatmu itu, tapi tolong jangan ceritakan padanya jika aku pernah
menceritakan dirinya bersamamu. Aku percaya, kau tak mungkin melakukannya. Aku
percaya, kau akan menyimpan apapun yang pernah aku ceritakan. Ini kepercayaan
terakhirku untukmu.
Terima kasih kamu.
Maaf, aku membutuhkanmu (lagi).