Suatu hari, kami memutuskan untuk mengunjungi sebuah
lokasi di daerah Allu, yang lebih dikenal dengan sebutan Cekdam. Tempat dimana
air ditampung dan dialiri ke sawah jika musim kemarau tiba. Lokasi yang luasnya
kurang lebih 2 hektar dengan kedalaman sekitar 15 meter, menjadi tempat tujuan
kami sore itu.
Menghabiskan waktu dengan
bersentuhan langsung dengan alam, memang selalu mengasyikkan. Selain bisa
merasakan indahnya panorama alam, kita juga dapat merasakan udara sejuk tanpa
filter. Kicauan burung kala itu, menjadi pelengkap canda riang kami.
Cahaya yang berusaha menembus
ranting-ranting pepohonan, tempat dimana kami duduk bercengkrama sambil
mendengarkan berbagai macam suara, mulai dari air yang setelah disaring
mengalir dengan derasnya hingga suara hewan-hewan yang ada di sekitar kami.
Luar biasa indahnya. Semua keindahan ini, tak luput dari kebesaran dan
karunia-Nya. Maka sepantasnyalah kita mengucap beribu-ribu syukur.
Namun sayang sekali, ketika melihat
ke tepi, kita akan menemukan sekumpulan sampah. Sungguh pemandangan yang sama
sekali tak mendukung keindahan lokasi ini. Kurangnya kesadaran dari orang-orang
yang seenaknya saja meletakkan sampah pada tempatnya. Sadar atau tidak, kita
sedang berkomunikasi dengan alam. Jika kita tidak menjaga, yakin saja alam akan
membalas dengan cara yang kadang tidak kita duga. Lagi-lagi, alam menggunakan
hukum aksi-reaksi. Tidakkah kita takut ketika alam mulai berbicara lewat
bencana?
Kembali lagi ke topik utama,
keindahan Cekdam ini tak bisa terpisahkan oleh peran pemerintah yang
betul-betul berusaha untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Tinggal
bagaimana usaha kita untuk menjaga. Menjaga alam layaknya alam sebagai tempat
berlindung kita.